Archive for June 2nd, 2009

AntemonSepanjang hidup saya yang sudah melampaui setengah abad, tidak ada yang paling mengesankan dibanding pengalaman dan emosi yang saya rasakan seperti saat saya berumur dibawah sepuluh tahun. Sampai kinipun, dengan berbagai pengalaman hidup senang atau susah,  di dalam negeri maupun diluar negeri. Rasanya pengalaman batin yang saya dapatkan dimasa kanak-kanak saya, sangat berkesan dan tidaklah mungkin saya hilangkan begitu saja.

Setiap saat saya merenung, yang terbayang selalu saja setting tempat dan lingkungan saya dibesarkan dulu, mulai sekolah TK sampai menjelang masuk sekolah menengah atas (SMA). Padahal tempat itu pada saat ini sudah jauh berubah menjadi tempat komersial dan bisnis dipinggir jalan utama dikota Denpasar, Bali. Namun bagi saya jalanan itu masih  saja saya bayangkan yang dulu, saat saya masih kecil. Sekolah dasar tempat saya menimba ilmu, entah sudah menjadi apa saat ini saya tidak begitu peduli.

Bagi saya sekolah SD saya berada diketinggian diatas jalan raya yang dibatasi oleh saluran got yang cukup dalam kira-kira setengah meter dengan airnya yang jernih. Air got tidak penuh, mungkin setinggi 20-30 cm saja dari dasar selokan, sehingga tidak berbahaya bagi anak yang menceburkan kaki kedalam got dan melakukan aktivitas didalam got. Got atau selokan ini bersih, karena semua sisinya diplester semen beton. Saya dan teman-teman setiap hari sabtu sudah pasti mencuci alat tulis yang terbuat dari batu yang disebut ‘batu tulis’ yang dibingkai dengan lapisan kayu pada ke-empat sisinya. Agar menjadi bersih dan berwarna hitam mengkilat, pada saat itu biasa digunakan daun ‘mangkokan’, yang lebar bulat dan cekung dibagian tengahnya untuk menggosok batu tulis. Pada saat itu belum dikenal adanya buku tulis dari kertas yang jauh lebih ringan bobotnya dibandingkan batu tulis. Begitulah, seminggu sekali batu tulis harus dicuci bersih lalu dikeringkan dengan menjemur dipagar sekolah. Dan itu adalah ritual yang mesti dilakukan setiap anak murid SD tersebut. Masih terasa air mengalir jernih disela-sela jari kaki saya yang terasa menyejukkan..

Pada saat sekolah di TK, masih terbayang dipelupuk mata saya hiasan dari kertas yang digunting dan dibuat seperti ‘crown’, mahkota raja dan ratu. Dengan mahkota kertas berwarna putih diatas kepala saya dan baju kotak-kotak hijau-putih buatan ibu saya. Hari itu saya ikut lomba disekolah, yaitu lomba makan kerupuk dengan tangan diikat kebelakang. Perasaan saya sangat gembira, karena berhasil menjadi juara dua lomba makan kerupuk. Saya berhasil makan kerupuk yang diikat tinggi, lebih tinggi dari tinggi badan anak-anak pada saat itu. Dengan sedikit usaha meloncat, maka kerupuk bisa diraih dengan mulut, karena tangan sedang terikat. Kegembiraan itu masih bisa saya rasakan pada saat ini.. Namun sayang, ibu dan ayah saya sudah tidak ada lagi bersama saya didunia yang fana ini..

Saya tidak munafik, bahwa sayapun terkadang berkelahi sama teman sekolah SD. Tetapi perkelahian itu murni antara saya dan satu orang teman saya perempuan.  Satu lawan satu, bukan keroyokan. Apa yang kita lakukan saat berantem? Waktunya biasanya sehabis jam sekolah, kira-kira tengah hari begitu. Disaat matahari sedang tingginya dilangit, maka saya bersiap dengan mengeluarkan sebilah penggaris dari kayu, keluar dari tas sekolah saya. Begitupula yang dilakukan lawan saya itu. Kita bertarung seperti main pedang, pukul-pukulan dengan penggaris, hanya kita berdua… Teman-teman lainnya hanya menonton saja dari kejauhan, tidak dikenal apa yang disebut solidaritas yang akhirnya menjadi ‘tawuran’ antar geng atau antar sekolah seperti yang biasa kita kenal saat ini.

Lucunya, saya bertemu kembali setelah puluhan tahun tidak berjumpa teman wanita lawan saya berkelahi dengan penggaris itu, jauh dinegeri orang,  di New York pada 2002 silam, satu kebetulan yang sudah diatur Yang Diatas… Waktu kecil berantem, setelah dewasa ketemu dinegeri orang bak dua sahabat yang saling kangen dan bernostalgia. Teman saya itu adalah isteri seorang dokter gigi dan berdomisili di Amerika Serikat.

Popularity: unranked

5 Comments | Category: Bahasa, General, Life

  • About

    Dr. Sukma Merati, DSPADr. Sukma Merati is founder and owner of Riau Pathology Center in Pekanbaru, Riau. Dr. Merati has had various international experience and training, including as a fellow doctor at The Mount Sinai Hospital in New York City, NY, USA (2000-2002). More >

  • Calendar

    June 2009
    M T W T F S S
    « May   Jul »
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    2930  

    Archives By Month

    Backend

    Subscribe