Archive for July 15th, 2009
Kemarin pagi, memperhatikan tayangan di televisi kabel, sungguh membuat saya merinding ketakutan. Stasiun TV tersebut menayangkan gambar-gambar dan narasi dari para pakar dibidang ekologi dan ekosistem dari seluruh dunia.
Bagaimana bumi tempat ummat manusia hidup nanti suhunya bisa seperti planet Venus yang mencapai 429 derajat Fahrenheit. Pada suhu setinggi itu, tidak satupun makhluk yang bisa bertahan hidup. Semua akan habis terbakar hangus dan ludes menjadi abu. Meninggalkan planet bumi yang gersang, gundul dan maha panas serta sunyi-senyap.
Pemanasan global bukan masalah sepele yang dapat diselesaikan dengan mudah. Pemanasan suhu global kondisinya semakin panas dan panas saja dari hari ke hari. Kebakaran hutan dan lahan, kebakaran lahan gambut serta pembukaan lahan perkebunan sawit terjadi setiap hari disekeliling kita. Udarapun jadi tercemar, jarak pandang menjadi terbatas dan sering mengakibatkan delay penerbangan dari bandara Sutan Syarif Kasim II. Kalau di Eropa London biasanya disebut the Foggy City, maka kini Pekanbarupun mendapat julukan sama : ‘foggy city’, karena udaranya hampir setiap pagi selalu berkabut, menghalangi pandangan mata. Selain berkabut, udara yang kita hirup terasa menyesakkan, kurang oksigen.
Pertanyaannya, kapan karhutla (baca kebakaran hutan dan lahan) bisa dihentikan ? Karhutla memberikan andil cukup besar dalam pemanasan global ini, sudah sangat kita rasakan panasnya udara disiang hari. Kita seolah berada dalam rebusan air yang sedang mendidih. Tidak bisa mengelak, tak ada lagi tempat yang lebih dingin.
Disekitar tempat saya bermukim pada saat ini telah terjadi kekeringan air tanah dan air sungai. Dampaknya adalah semakin cekaknya energi listrik dengan akibat pemadaman listrik yang semakin menjadi-jadi. Kemarin dalam satu hari terjadi tiga kali pemadaman listrik PLN dengan durasi masing-masing tiga jam. Jangankan listrik masuk desa, bahkan kotapun telah kekurangan listrik dan sudah sampai ke tingkatan kritis..
Ditambah lagi aliran air PDAM juga terputus sejak sepuluh hari ini. Maka lengkaplah sudah penderitaan kita semua. Sumber-sumber alam semakin sulit dapat disediakan. Air sungai yang dulu sedemikian deras mengalir bening, saat ini permukaannya jauh dibawah normal dan warnanya butek. Maka mesin pembangkit listrik tenaga airpun jadi mogok, karena debit air sangatlah kecil. Manusia sudah sangat tergantung kepada tenaga listrik yang memberi segala kemudahan hidup seperti : AC, kulkas, TV, dst. Inikah yang kita cari, kerusakan alam yang berdampak sangat mengaggu kehidupan kita menjadi sangat jauh dari nyaman. Panas dimana-mana, didalam ruangan dan diluar ruangan sama saja. Angin seolah-olah berhenti berhembus.
Pepohonan daunnya tidak bergoyang dan pohon kelapa tidak melambai-lambai lagi seperti penggalan bait lagu ‘Tanah airku Indonesia’. Sejatinya setiap pohon dapat menampung 450 ribu galon air. Tatkala hutan sudah habis dibabat, dengan maraknya illegal logging maka tidak ada lagi pohon yang menyimpan air dimusim hujan dan melepaskan air ketanah pada musim kemarau. Pepohonan juga yang menyerap gas CO2 diudara dan menghasilkan O2 atau oksigen yang sangat kita perlukan untuk hidup.
Pohon melakukan itu semua tanpa perlu beaya alias nol apalagi beaya tinggi seperti tatkala kita menurunkan emisi gas buang atau mengurangi pencemaran CO2 yang keluar lewat knalpot mobil dan motor dan memproduksi oksigen untuk hidup sehat. Gersang, panas dan tandus adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi alam kita saat ini. Seperti kata Armand Maulana vokalis Gigi dalam lagunya : panas, panas, pusing, pusing manusia jadinya….
Kata pakar antariksa dan astronot, dari angkasa luar planet bumi tidak lagi gelap-gulita dikala malam tiba seperti terlihat satu dekade yang lalu. Pada saat ini bumi memperlihatkan bagian yang sangat terang dimalam hari, persis seperti planet Venus. Akankah nasib planet bumi persis sama dengan planet Venus yang tidak berpenghuni itu ? Ngeri membayangkan apa yang akan terjadi pada bumi kita tercinta ini. Tapi adakah kita konsekuen, artinya satunya kata dengan perbuatan kita? Kita bilang mencintai bumi, tapi perbuatan kita? Kita semua munafik, katanya menyayangi alam semesta, namun perbuatan kita mencemari alam lingkungan hidup yang begitu bersih pada awalnya.
Sungai mengalirkan air yang jernih bak kristal dilembah gunung yang menghijau. Pohon nyiur melambai-lambai seolah menyapa siapa saja yang melihatnya. Langit biru cerah diselingi awan putih yang berarak ria. Burung berkicau dipucuk dan ranting pepohonan. Semua panorama itu saya saksikan saat saya masih kecil, tatkala berkunjung ke rumah nenek didesa. Sawah menghampar dengan bulir padi yang menguning, diselingi sekali-sekali teriakan petani yang mengusir burung yang hinggap memakan padi. Alangkah indahnya bumi tanah airku dengan suasana yang ‘tranquil’ seperti itu…
Menitik air mata saya tatkala menuliskan kata-kata diatas. Saya kangen sekali, saya sangat merindukan suasana batin dan lingkungan hidup saya semasa kanak-kanak… Duh, kemana semua yang saya cintai dan sayangi ? Selain ayah dan bunda saya yang sudah tiada, kemana bebek yang biasa berenang disawah saat padi sudah dipanen, kemana kupu-kupu, capung dan belalang hijau yang biasa hinggap ditanaman perdu halaman saya ? Kenapa jadi sirna meninggalkan alam kering tandus dan gersang ini ? Kemana mereka pergi ? Kenapa mereka pergi semua, meninggalkan alam yang sudah tidak mau diajak berdamai ini?. Akankah kita sadar apa yang telah kita perbuat terhadap alam semesta ini? Semoga…
Popularity: unranked