Gonjang-ganjing Bank Century, Makelar kasus dan Mafia peradilan serta Cicak versus buaya dimata saya
Heboh besar seputar penyelamatan bank Century ibarat kata bijak ‘ you have never learned your lessons’. Kenapa nggak kapok-kapok juga. Kasus yang sama dimasa lalu mengenai bank-bank yang akhirnya ditutup dan pemilik bank melarikan uang nasabah serta uang bantuan pemerintah lewat Bank Indonesia. Notabene setelah diberikan jalan penyelamatan melalui BLBI, berulang dan berulang lagi. Ibaratnya pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia tidak jera dan masih juga mengulangi kesalahan yang sama dan tidak pernah belajar dari kesalahan diwaktu yang lampau. Sungguh sangat memalukan… Sementara kita didalam negeri situasi politik menjadi memanas, penuh ketegangan dan jauh dari rasa aman dan tentram, maka tidak berapa jauh dari negeri kita, sang koruptor tidur dengan nyamannya di negara tetangga Singapura…
Kenapa tidak dibuat perjanjian extradisi antara Indonesia dan Singapura yang konon katanya bersahabat dan bertetangga dekat? Tanpa extradisi semua koruptor sepertinya meledek, bahwa Indonesia tidak akan mungkin menangkap mereka. Mereka telah mencederai rasa keadilan masyarakat luas Indonesia dengan dikunjunginya para koruptor bak ‘orang terhormat’ oleh antara lain mantan ketua KPK Antasari Azhar. Katanya koruptor itu buronan polisi dan aparat penegak hukum termasuk Antasari, tapi kenapa Antasari dan Anggoro seperti bermain mata dan bermain ‘ sandiwara’. Bagaikan dua pihak yang bukannya berlawanan sebagai musuh tapi berangkulan bak sobat kental… Ada apa ini??
Makelar kasus semacam Anggodo yang diberi gelar ‘Super Anggodo’, adalah dalang yang dengan seenaknya memainkan wayang sesuai lakon yang diinginkan. Tangkap ini, suap itu, balikkan fakta dan seterusnya apapun skenario yang dikehendakinya pasti akan dijalankan para aparat penegak hukum kita yang telah digelontori materi mobil mewah, uang tak terbilang M-Man (baca : milyardan) dan bermandikan kucuran emas dan lain-lain yang diberi istilah ‘duren’. Ya, karena mulut telah penuh sesak disuapi berbagai makanan harta dunia, maka lidahpun menjadi kelu, tanpa bisa berkata sepatah katapun.. Mau nangkap Anggodo kok ya nggak tega, wong hampir semua petinggi peradilan dan penegak hukum sudah diberi makan begitu kenyang sampai mual dan muntah…
Kasus suap ini menjadi bukti yang tidak dapat disangkal lagi dengan adanya-terimakasih kepada teknologi canggih penyadapan-kerjasama antara KPK dengan FBI dari pemerintahan Barack Obama. Dengan diperdengarkannya percakapan yang disadap tersebut kepada khalayak, maka praktis pihak-pihak yang terlibat dalam pembicaraan itu tidak bisa mangkir sama sekali. Satu bukti telak dan kebenaran seratus persen yang tidak dapat diragukan lagi keabsahannya. Penyadapan berteknologi tinggi adalah senjata ampuh dan pamungkas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maka para koruptor dan instansi yang ‘belum bersih’ sangat alergi dan berusaha keras agar metode penyadapan dilarang oleh undang-undang RI.
Buat para penegak peradilan jangan karena ibu Minah yang kondisi ekonominya tak berada, maka dia dikenakan hukuman kurungan 5 bulan penjara akibat mengambil 3 buah biji cacao di perkebunan di Purwokerto. Biji cacao yang dicurinya senilai sepuluh ribu rupiah. Bandingkan dengan ‘white collar criminals’ yang telah melarikan uang rakyat trilyunan rupiah, masih bebas berkeliaran dan tidur serta bermimpi indah di luar negeri ‘bagaikan orang terhormat’, padahal koruptor hiu atau ikan paus yang telah membawa lari uang dan menyengsarakan rakyat Indonesia.. Dimana letak keadilan seperti gambar timbangan yang menjadi simbol pengadilan? Apakah sekedar ilusi, fatamorgana atau khayalan belaka?
Saya masih ingat nasehat orang-orang sebagai berikut : ‘ Janganlah kita melaporkan kehilangan kambing ke polisi. Akibat laporan itu, kita akan kehilangan sapi lagi’. Duh, segitu sinisnya masyarakat terhadap kinerja polisi. Kapan Kapolri akan melakukan reformasi didalam tubuh Polri yang sudah begitu banyak borok yang sangat jelas terlihat oleh masyarakat luas di Indonesia? Kapan polisi akan menjadi sahabat bagi masyarakat luas seperti polisi di negara-negara maju Inggris dan Amerika Serikat tempat kita bertanya, bila kita tersesat dijalan?
Popularity: unranked
December 29th, 2009 at 8:48 pm
Halo Iwan,
Saya sependapat dengan anda. Untuk sementara para penegak hukum yang brengsek boleh merasa aman. Bisa berdalih dengan segala macam teori dan alasan. Manusia gampang dibohongi dan dicurangi..
Namun Allah tidak pernah tidur dan pasti telah dicatat apapun yang telah diperbuat manusia. Maka bersiaplah nanti mereka yang tidak jujur para koruptor dan penegak hukum brengsek akan diadili pada saat di akhirat nanti.
Kebenaran akan terungkap dan dosa-dosa tidak bisa dipungkiri.. Tinggal menimbang lebih berat mana perbutan negatif dibandingkan perbuatan positif yang telah dilakukan saat hidup didunia yang fana ini..
Jelas pula hukuman yang harus dijalani.Dimasukkan dan digodok dalam kawah candradimuka atau lainnya…
December 29th, 2009 at 4:44 pm
Saya sudah tidak percaya sedikitpun terhadap penegak hukum di Indonesia, mereka baru jujur kalau pelakunya gak punya uang, tapi kalau pelakunya punya uang, pasti sudah mulai tidak jujur, pengalaman saya mulai dari kecelakaan dijalan sampai pengalaman berhadapan dalam sidang perdatapun, penegak hukumnya mengatakan sudah bekerja semaksimal dan seadil mungkin, nyatanya hanya slogan plintiran dan hasil dari keputusan mereka adalah salah, saya yakin, karena saya selalu memfilekan setiap sidang secara audio recording tersembunyi(saya yakin mereka juga gak bisa ngelak)saya yakin, Allah akan menghukum Penegak Hukum lebih berat dengan kemunafikan mereka kelak karena Allah pasti Maha Adil.
December 21st, 2009 at 12:40 pm
Yg lebih layak dicurigai adalah susno. Yg manut benar disuruh datang ke singapur. Kenapa dia mau datang? Kata susno, anggoro bilang takut ditanggap. Nah! Kata2 ini saja sudah menandakan kl anggoro pasti salah. Polisi mmg aneh. Disatu sisi mrk berusaha keras memperbaiki citranya, tp di sisi lain oknum polisi sdr jg yg merusak citra korpsnya. Nila setitik, rusak susu sebelanga deh.